Tarian Tradisional
Tari
Monong/Manang/Baliatn, merupakan tari Penyembuhan yang terdapat pada
seluruh masyarakat Dayak. tari ini berfungsi sebagai penolak/penyembuh/
penangkal penyakit agar si penderita dapat sembuh kembali penari berlaku
seperti dukun dengan jampi-jampi. tarian ini hadir disaat sang dukun
sedang dalam keadaan trance, dan tarian ini merupakan bagian dari
upacara adat Bemanang/Balian.
Tari
Pingan, Merupakan Tarian Tunggal pada masyarakat Dayak Mualang Kabupaten
Sekadau yang pada masa kini sebagai tari hiburan masyarakat atas
rezeki/tuah/makanan yang diberikan oleh Tuhan. Tari ini menggunakan
Pingan sebagai media atraksi dan tari ini berangkat dari kebudayaan
leluhur pada masa lalu yang berkaitan erat dengan penerimaan/penyambutan
tamu/pahlawan.
Tari
Jonggan merupkan tari pergaulan masyarakat Dayak Kanayatn di daerah Kubu
Raya, Mempawah, Landak yang masih dapat ditemukan dan dinikmati secara
visual, tarian ini meceritakan suka cita dan kebahagiaan dalam pergaulan
muda mudi Dayak. Dalam tarian ini para tamu yang datang pada umumnya
diajak untuk menari bersama.
Tari
kondan merupakan tari pergaulan yang diiringi oleh pantun dan musik
tradisional masyarakat Dayak Kabupaten sanggau kapuas, kadang kala
kesenian kondan ini diiringi oleh gitar. kesenian kondan ini adalah
ucapan kebahagiaan terhadap tamu yang berkunjung dan bermalam di
daerahnya. kesenian ini dilakukan dengan cara menari dan berbalas
pantun.
Kinyah
Uut Danum, adalah tarian perang khas kelompok suku Dayak Uut Danum yang
memperlihatkan kelincahan dan kewaspadaan dalam menghadapi musuh. Dewasa
ini Kinyah Uut Danum ini banyak diperlihatkan pada acara acara khusus
atau sewaktu menyambut tamu yang berkunjung. Tarian ini sangat susah
dipelajari karena selain menggunakan Ahpang (Mandau) yang asli, juga
karena gerakannya yang sangat dinamis, sehingga orang yang fisiknya
kurang prima akan cepat kelelahan.
Tari
Zapin pada masyarakat Melayu kalimantan Barat, Merupakan suatu tari
pergaulan dalam masyarakat, sebagai media ungkap kebahagiaan dalam
pergaulan. Jika ia menggunakan properti Tembung maka disebut Zapin
tembung, jika menggunakan kipas maka di sebut Zapin Kipas.
Alat Musik Tradisional
Gong/Agukng,
Kollatung (Uut Danum) merupakan alat musik pukul yang terbuat dari
kuningan, merupakan alat musik yang multifungsi baik sebagai mas kawin,
sebagai dudukan simbol semangat dalam pernikahan. maupun sebagai bahan
pembayaran dalam hukum adat.
Tawaq
(sejenis Kempul) merupakan alat musik untuk mengiringi tarian
tradisional masyarakat Dayak secara umum. Bahasa Dayak Uut Danum
menyebutnya Kotavak.
Sapek
merupakan alat musik petik tradisional dari Kapuas hulu dikalangan
masyarakat Dayak Kayaan Mendalam kabupaten Kapuas hulu. Pada masyarakat
Uut Danum menyebutnya Konyahpik (bentuknya) agak berbeda sedikit dengan
Sapek.
Balikan/Kurating
merupakan alat musik petik sejenis Sapek, berasal dari Kapuas Hulu pada
masyarakat Dayak Ibanik, Dayak Banuaka".
Kangkuang merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kayu dan berukir, terdapat pada masyarakat Dayak Banuaka Kapuas Hulu.
Keledik/Kedire
merupakan alat musik terbuat dari labu dan bilah bambu di mainkan
dengan cara ditiup dan dihisap, terdapat di daerah Kapuas Hulu. Pada
suku Dayak Uut Danum di sebut Korondek.
Entebong merupakan alat musik Pukul sejenis Gendang yang banyak terdapat di kelompok Dayak Mualang di daerah Kabupaten Sekadau.
Rabab/Rebab,
yaitu alat musik gesek, terdapat pada suku Dayak Uut Danum. Kohotong,
yaitu alat musik tiup, terbuat dari dahan semacam pelepah tanaman liar
di hutan seperti pohon enau. Sollokanong (beberapa suku Dayak lain
menyebutnya Klenang) terbuat dari kuningan, bentuknya lebih kecil dari
gong, penggunaannya harus satu set.
Terah
Umat (pada Dayak Uut Danum) merupakan alat musik ketuk seperti pada
gamelan Jawa. Alat ini terbuat dari besi (umat) maka di sebut Terah
Umat.
Senjata Tradisional
§ Mandau
(Ahpang: sebutan Uut Danum) adalah sejenis Pedang yang memiliki
keunikan tersendiri, dengan ukiran dan kekhasannya. Pada suku Dayak Uut
Danum hulunya terbuat dari tanduk rusa yang diukir, sementara besi bahan
Ahpang (Mandau) terbuat dari besi yang ditambang sendiri dan terdiri
dari dua jenis, yaitu Bahtuk Nyan yang terkenal keras dan tajam sehingga
lalat hinggap pun bisa putus tapi mudah patah dan Umat Motihke yang terkenal lentur, beracun dan tidak berkarat.
§ Keris
§ Tumbak
§ Sumpit (Sohpot: sebutan Uut Danum)
§ Senapang Lantak
§ Duhung (Uut Danum)
§ Isou Bacou atau Parang yang kedua sisinya tajam (Uut Danum)
§ Lunjuk atau sejenis tumbak untuk berburu (Uut Danum)
Sastra lisan
Beberapan sastra lisan yang ada di daerah ini antara lain:
§ Bekana
merupakan cerita orang tua masa lalu yang menceritakan dunia khayangan
atau Orang Menua Pangau (dewa-dewi) dalam mitologi Dayak Ibanik: Iban ,
Mualang, Kantuk, Desa dan lain-lain.
§ Bejandeh merupakan sejenis bekana tapi objek ceritanya beda.
§ Nyangahatn, yaitu doa tua pada masyarakat Dayak Kanayatn.
Pada suku
Dayak Uut Danum, sastra lisannya terdiri dari Kollimoi (zaman kedua),
Tahtum (zaman ketiga), Parung, Kandan dan Kendau. Pada zaman tertua atau
pertama adalah kejadian alam semesta dan umat manusia. Pada sastra
lisan zaman kedua ini adalah tentang kehidupan manusia Uut Danum di
langit. Pada zaman ketiga adalah tentang cerita kepahlawanan dan
pengayauan suku dayak Uut Danum ketika sudah berada di bumi, misalnya
bagaimana mereka mengayau sepanjang sungai Kapuas sampai penduduknya
tidak tersisa sehingga dinamakan Kopuas Buhang (Kapuas yang kosong atau
penghuninya habis) lalu mereka mencari sasaran ke bagian lain pulau
Kalimantan yaitu ke arah kalimantan Tengah dan Timur dan membawa
nama-nama daerah di Kalimantan Barat, sehingga itulah mengapa di
Kalimantan Tengah juga ada sungai bernama sungai Kapuas dan Sungai
Melawi. Tahtum ini jika dilantunkan sesuai aslinya bisa mencapai belasan
malam untuk satu episode, sementara Tahtum ini terdiri dari ratusan
episode. Parung adalahsastra lisan sewaktu ada pesta adat atau
perkawinan. Kandan adalah bahasa bersastra paling tinggi dikalangan
kelompok suku Uut Danum (Dohoi, Soravai, Pangin, Siang, Murung dan
lain-lain)yang biasa digunakan untuk menceritakan Kolimoi, Parung,
Mohpash dan lain-lain. Orang yang mempelajari bahasa Kandan ini harus
membayar kepada gurunya. Sekarang bahasa ini sudah hampir punah dan
hanya dikuasai oleh orang-orang tua. Sementara Kendau adalah bahasa
sastra untuk mengolok-olok atau bergurau.
Tenun
Kain Tenun Tradisional terdapat di beberapa daerah, diantaranya:
§ Tenun Daerah Sambas
§ Tenun Belitang daerah Kumpang Ilong Kabupaten Sekadau
§ Tenun Ensaid Panjang Kabupaten Sintang
§ Tenun Kapuas Hulu
Kerajinan Tangan
Berbagai macam kerajinan tangan dapat diperoleh dari daerah ini, misalnya:
§ Tikar Lampit, di Pontianak dan daerah Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu.
§ Ukir-ukiran, perisai, mandau dan lain-lain terdapat di Pontianak dan Kapuas Hulu.
§ Kacang Uwoi (tikar rotan bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.
§ Takui Darok (caping lebar bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.
Kue Tradisional
Kue-kue tradisional banyak dijumpai di tempat ini, misalnya:
§ Lemang,
terbuat dari pulut di masukan ke dalam bambu, merupakan makanan
tradisional masyarakat masa lampau yang kini masih dilestarikan.
§ Lemper, terbuat dari pulut yang di isi daging/kacang terdapat didaerah Purun merupakan makanan tradisional
§ Lepat, terbuat dari tepung yang di dalamnya di masukan pisang.
§ Jimut,
kue tradisional pada masyarakat Dayak Mualang daerah Belitang Kabupaten
Sekadau yang terbuat dari tepung yang dibentuk bulatan sebesar bola
pimpong.
§ Lulun, sejenis lepat, yamg isimya gula merah, terdapat di daerah Belitang kab sekadau
§ Lempok, terdapat di pontianak dibuat dari Durian (hampir semua suku Dayak dan Melayu mempunyai kebiasaan membuat Lempok)
§ Tumpi', terdapat pada masyarakat Dayak kanayatn, yang terbuat dari bahan tepung.
§ Tehpung,
kue tradisional pada dayak Uut Danum, terbuat dari beras pulut yang
ditumbuk halus dan digoreng. Kue ini biasanya di buat pada acara adat,
bentuknya ada yang seperti perahu, gong dan lain-lain.
Masakan dan makanan Tradisional
Kuliner yang bisa kita dapatkan dari daerah ini adalah:
§ Masakan Asam Pedas di daerah Pontianak
§ Masakan Bubur Pedas di daerah Sambas
§ Kerupok basah, merupakan makanan khas Kapuas Hulu
§ Ale-ale, merupakan makanan khas Ketapang
§ Pansoh, yaitu masakan daging di dalam bambu pada masyarakat Dayak.
§ Mie Tiau, merupakan masakan khas Tionghoa Pontianak yang terdapat di kota Pontianak
§ Nasi Ayam dan Mie Pangsit, merupakan masakan khas penduduk Tionghoa Singkawang dan sekitarnya
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan. Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang,
Tari Hudoq ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang
berada di alam nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh
nenek moyang akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing
dan mengawasi anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung
atau Ibu Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai
Mahakam Apo Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang
bisa memanggil roh baik maupun roh jahat. Oleh Asung Luhung, roh-roh
yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu ditugaskan untuk menemui manusia.
Namun karena wujudnya yang menyeramkan mereka diperintahkan untuk
mengenakan baju samaran manusia setengah burung. Para Hudoq itu datang
membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog dengan manusia sambil
memberikan berbagai macam benih dan tanaman obat-obatan sesuai pesan
yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah itulah, nama Hudoq melekat
di masyarakat Dayak Bahau dan Modang. Tarian ini dilakukan erat
hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan maksud untuk memperoleh
kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan
diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak. Para penari Hudoq
ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13 dewa pelindung dewa
Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi. Di sela-sela
kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai mengenakan kostum
yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata kaki dan topeng kayu
yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah lambang kesejukan dan
kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng Hudoq, biasanya
didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya sebagai warna
kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan gambaran perwujudan
dewa Hunyang Tenangan. Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu
digelar ritual Napoq. Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan
setiap kali hendak menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh
seorang Dayung yakni orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk
berkomunikasi langsung dengan para Hudoq. Dengan didampingi dua
asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil membunyikan mebang atau
gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat komunikasi penyapaan kepada para
roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung
akan memanggil dan meminta kepada penguasa alam semesta yang memiliki
empat sapaan yakni Tasao, Tuhan Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga;
Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean, Tuhan Yang Berkuasa; agar
penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan lancar. Kemudian, para
Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara menyuapi para
penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan topeng Hudoq.
Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi dengan para Hudoq,
yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini, menggunakan bahasa
Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa diterjemahkan oleh sang
Dayung. Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil
bercocok tanam, apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta,
agar para Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama. Kemudian,
ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa padi.
Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali. Tari Hudoq biasanya
digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan ditanami. Dengan ritme
cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan Nyidok atau Nyebit
yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul dengan gerakan Ngedok
atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan tumit diiringi gerakan
tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan sayap seekor burung yang
sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk mengusir hama penyakit agar
tidak menyerang tanaman padi. Secara umum, gerakan tarian ini mengandung
makna memutar ke kiri untuk membuang sial dan memutar ke kanan untuk
mengambil kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar